Hari ini, seperti biasanya, aku pergi ke sekolah. Rasanya maleeeees banget. Ga ada aura buat ke sekolah. Hampa. Yaa, ini hari senin, awal minggu, puncaknya males. Rasanya mau cepet-cepet jum'at, sabtu, minggu. Tapi koo cepet banget yaa? Waktu begitu cepat berlalu. Sampai terkadang aku tidak menyangka, aku duduk di kelas 8 sekarang. Bersama teman-teman yang makin dewasa, yaa mereka tumbuh, bukan berubah. Satu-persatu sifat kekanak-kanakan kita luntur. Menjadi karakter yang siap. Dengan kecuali, rasa malas yang terus menggelayuti.
Kulihat sudah pukul 07.13. Ooh, tidak! Gerbang akan segera ditutup! Aku juga ga bisa upacara. Apa kata temen-temen nanti? Aku ini ketua kelaas. Aku segera mempercepat langkahku, sampai akhirnya kuputuskan untuk berlari. Aku berlari sekuat tenaga, melebihi energi yang kudapatkan dari hasil sarapan pagi tadi. Yaa, walaupun hanya sepotong roti selai coklat dan segelas susu putih hangat. Aku sampai di perempatan depan sekolah, aku berlari saat menyebrang. Lalu, lalu, aku tidak tahu apa yang terjadi. Pandanganku buyar, kakiku terasa amat sakit. Seperti di gergaji.
Perlahan, aku membuka mataku, aku berbaring, entah dimana aku berada saat ini. Yang aku rasa, tempat ini dingin, sejuk. Aku juga melihat teman-temanku mengelilingiku. Aku membelalakkan mataku, seolah tidak percaya, aku ada di rumah sakit sekarang! Apa? Apa yang terjadi denganku? Apa yang membuatku terbaring lemah disini? Mengapa? Mengapa kakiku terasa sakit? "Sudah merasa baikkan?", "Bagaimana keadaanmu, miraa?", "Sudar sadar yaa", kudengar riuh-riuh suara teman-temanku. Aku kenal betu; suara mereka. Suara pertama itu pasti Sarah, suara yang kedua itu Gei, suara yang ketiga itu Yosi. Aku bingung, benar-benar bingung. "Apa yang terjadi? Mengapa aku ada disini?" tanyaku, polos. Masuklah, Bu Emil, wali kelas 8b. "Kamu sudah sadar, Mir? Tadi sewaktu kamu menyebrang, ada mobil yang melintas. Dan kamu tertabrak oleh mobil itu. Tapi tenang saja, pengemudinya yang membawamu kesini", jelas Bu Emil. "Kakiku? Lalu kakiku? Mengapa terasa sakit? Mengapa kakiku dibalut perban?" tanyaku bingung. "Kakimu, Mir...", "Kakimu, patah dan terpaksa di gym" jelas Sarah sambil menunjuk kakiku, tepatnya kaki kananku. Aku hanya bisa terdiam, membisu. "Miraaa, aku tau itu pasti sakit, tapi aku juga tau, kamu pasti kuat" lontar Yosi yang menunjukkan kedua matanya yang berkaca-kaca. Lagi-lagi aku terdiam, aku tidak tau harus bagaimana.
Pagi ini mentari begitu menyengatkan sinarnya, membangkitkan aku dari tidurku yang cukup pulas, mengumpulkan semangat pagiku. Cerahnya pagi ini, tidak seperti biasanya, entah mengapa. Kulihat seorang suster masuk ke kamarku. Ia segera mengecek infusku. Tidak lupa ia memberiku obat penghilang nyeri pada kaki kananku. Kaki kananku yang kini patah, aku harap akan sembuh secepatnya. Aku tetap ingin sekolah walaupun aku agak malas. Tapi, tapi, tapi, aku ga mau kehilangan momen bersama teman-temanku. Hmm, daan yaa, pelajaran, terutama matematika. Aku ini jenis anak yang cara belajarnya harus menyimak orang lain. Jadi, berhubung matematika itu banyak rumusnya, aku ga mau ketinggalan. Bisa berapa nilaiku!!!
---------------TO BE CONTINUED---------------
0 komentar:
Posting Komentar