You are awesome.

Jumat, 24 April 2015

Kongsi Dagang Inggris dan Belanda di Indonesia

Kongsi Dagang Belanda di Indonesia


     Kongsi dagang Belanda di Indonesia bernama Verenigde Oost indische Compagnie atau yang biasa dikenal dengan VOC. Kongsi dagang yang lebih dikenal dengan singkatannya VOC ini merupakan gabungan perusahaan-perusahaan dagang Belanda untuk perdagangan di Hindia Timur. Kongsi dagang ini didirikan di Amsterdam pada tahun 1602. Tujuan pendiriannya untuk memonopoli perdagangan pada saat itu, ketika terjadi perlombaan dan perebutan hegemoni perdagangan terutama perdagangan rempah-rempah dari Timur (termasuk Indonesia) di antara penjajah Barat, seperti Spanyol, Portugis, Inggris, Perancis, dan Belanda.
     VOC didirikan karena terjadi persaingan dan permusuhan di kalangan para pedagang Belanda, sehingga apabila tidak dilakukan pencegahan dapat membawa bencana dan malapetaka. Atas prakarsa Johan van Oldenbarneveldt, seorang tokoh dan negarawan Belanda, para pedagang Belanda tersebut dikumpulkan dalam suatu organisasi. VOC atau lebih dikenal dengan sebutan Kompeni, Kompania Belanda, dibentuk sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan secara monopoli antara Asia dan Belanda. Para pedagang Belanda yang hendak berdagang di Asia harus bergabung dalam VOC melalui pembelian saham atau membeli barang di pusat pelelangan di negeri Belanda, dengan komoditi utamanya rempah-rempah.
     Latar belakang pendirian VOC tidak terlepas dari perundingan alot antara Staten Generaal (Dewan Perwakilan) yang diwakili oleh pengacara Holland yang tangguh dan terkenal, Johan van Oldenbarneveldt, dan para pengurus perusahaan dagang Holland dan perusahaan Zeeland yang telah terbentuk antara tahun 1596 dan 1602 untuk berdagang di Kepulauan Hindia Timur. Pada tahap genting dalam perundingan yang diselenggarakan tanggal 15 Januari 1602 itu, Oldenbarneveldt mendapat tanggapan positif dari penguasa, Pangeran Maurits. Dengan demikian terbentuklah VOC dengan hak-hak yang dimilikinya.
     Pada awal keberadaannya di Indonesia (Hindia Belanda), VOC tidak lain adalah sebuah kongsi dagang. Perdagangan bangsa Belanda di Indonesia dan di Asia pada umumnya tidak berbeda dari perdagangan bangsa-bangsa lainnya. VOC merupakan kongsi dagang di antara kongsi dagang lain milik bangsa Gujarat, Iran, Turki, Tionghoa, dan Indonesia sendiri. Sebagai serikat dagang, VOC diberi hak-hak dan kekuasaan yang istimewa oleh Pemerintah Belanda, antara lain:
1) Mendapat hak monopoli perdagangan di daerah antara Tanjung Harapan (ujung selatan benua Afrika) dan Selat Magelhaen (ujung selatan benua Amerika)
2) Boleh mengadakan perjanjian-perjanjian dengan raja-raja atau kepala-kepala pemerintahan negeri
3) Boleh mempunyai serta memelihara Angkatan Perang sendiri
4) Boleh mengumumkan perang dan mengadakan perjanjian-perjanjian perdamaian
5) Boleh mengangkat pegawai-pegawai yang dibutuhkan
6) Boleh membuat mata uang sendiri.
     Organisasinya lebih stabil dan sesuai dengan urusan dagang, diangkat satu pembesar yang berkuasa untuk mengambil segala keputusan di daerah yang sangat jauh, dan sumber keuangannya besar dan konstan. Faktor-faktor inilah yang membuat VOC mampu menjegal EIC dalam memperebutkan monopoli rempah-rempah.
     Di negeri Belanda VOC dipimpin oleh tujuh belas orang pemilik kekuasaan (bewindhebbers) yang sering disebut "De Heren Zeventien" artinya Tuan-tuan Yang Tujuhbelas orang. Bagi VOC, kedudukan Batavia semula hanya sebagai pangkalan untuk menyuplai kapal-kapal dalam perdagangan rempah dengan makanan, air, juga perbaikan. Loji VOC pertama kali didirikan di Banten. Karena pihak Banten dianggap terlalu sewenang-wenang dalam memungut bea cukai maka Jaques I'Hermite (presiden perwakilan dagang Kompeni Belanda di Banten) berniat memindahkan factorij-nya ke Jayakarta. Dalam kepemimpinan Gubernur Jenderal Coen, wilayah VOC di Jayakarta dulu hanya meliputi kota bawah. Dari tahun 1619, VOC tetap mempertahankan dominasi atas kota ini sampai anggaran dasarnya tidak diperpanjang lagi oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799. Mereka mulai membangun tembok kota lama (1620 dan 1640), kastil pertama (1619), dan mengganti kastil dengan yang lebih besar (1627). Benteng ini menjadi pertahanan bagi Belanda dari serangan Mataram, Kesultanan Banten, para bandit (budak pelarian), serdadu bayaran dan dari hewan liar.
     VOC terus mengembangkan kongsi dagangnya. Sejak tahun 1619, VOC mendirikan tiga buah pangkalan di Indonesia, yakni di Jayakarta, Ambon, dan Banda. Pada saat terjadi kemerosotan perdagangan di kota-kota pesisir Jawa, VOC dengan cepat memanfaatkan kesempatan ini, VOC mengkonsentrasikan kegiatan perdagangannya di Jayakarta, sehingga kota tersebut cepat berkembang menjadi bandar terpenting di Jawa. Dengan makin majunya perdagangan di Jayakarta, VOC yang sebelumnya berdagang di Asia (India, Burma, Siam, dan Tiongkok) mulai memusatkan perhatiannya ke Jawa. Meskipun demikian perdagangan di negeri-negeri lainnya di Asia masih tetap dilakukan tapi tidak menjadi prioritas utamanya. Di Indonesia terutama di Jawa, Ambon, dan Banda dijadikan pusat perhatian VOC. Dengan menjalankan politiknya lebih teratur terutama politik monopoli dagangnya.
     Tahun 1626 ditetapkan teori perdagangan terbuka dengan Pantai Coromandel yang merupakan usul dari JP. Coen. Tetapi untuk perdagangan yang bebas kepada swasta perseorangan di Jakarta dikeluarkan larangan pada tahun 1627. Untuk perdagangan di lingkungan sendiri yakni koloni-koloni dari Belanda ditentukan pada tahun 1630, dimana adanya keharusan memiliki surat izin dari gubernur jenderal. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff diadakan suatu pembaharuan sistem politik Kompeni yang tradisional yakni mengajukan adanya pemasukan koloni-koloni untuk pertanian. Pada tahun 1627 sudah banyak tempat-tempat pasar terbuka disepanjang sungai-sungai. Keberadaan orang-orang Cina pun ikut meramaikan perkembangan Jakarta sebagai pusat perdagangan dan politik Kompeni Belanda, meskipun kunci perekonomian dan perdagangan tersebut ada pada VOC.
     Pada tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. Dengan direbutnya Malaka, kedudukan VOC semakin kuat karena daerah ini dapat dijadikan pangkalan angkatan lautnya. Dari Malaka, VOC mengadakan pengawasan terhadap jalannya perdagangan di Selat Malaka. Segala arus perdagangan Malaka disalurkan ke Batavia, sehingga kota itu menjadi bandar yang semakin ramai. Setelah berhasil merebut Malaka tahun 1641, VOC memusatkan perdagangannya di Indonesia.
Di balik kemegahan kekuasaannya, VOC ternyata memikul banyak utang. Biaya untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan yang terjadi dan korupsi menyebabkan VOC tidak mampu lagi memikul beban utang tersebut. Para pengkritiknya memperolok VOC sebagai kependekan dari Vergaan Ondeer Corruptie atau "runtuhnya karena korupsi". Akhirnya VOC meminta bantuan kepada pemerintah Belanda. Pada akhir abad ke-18 VOC mengalami kebangkrutan dan keruntuhan, akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799 dibubarkan. Segala milik dan utang VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799.

source: http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3489/Verenigde-Oost-indische-Compagnie


Kongsi Dagang Inggris di Indonesia.


     Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris Namun, sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579. 
     Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta).
     Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura,  Malaysia, dan Brunei Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. 
     Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia. Sejak saat itu kedatangan Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake dan Thomas Cavendish dengan mengikuti jalur yang dilalui Magellan, pada tahun 1579 Francis Drake berlayar ke Indonesia.
     Armadanya berhasil membawa rempah-rempah dari Ternate dan kembali ke Inggris lewat Samudera Hindia. Perjalanan beriktunya dilakukan pada tahun 1586 oleh Thomas Cavendish melewati jalur yang sama. Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan pelayaran internasioalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor wol, menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah. 
     Ratu Elizabeth I kemudian memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus perdagangan dengan Asia. EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia. Armada EIC yang dipimpin James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat Afrika). Namun, mereka gagal mencapai Indonesia karena diserang Portugis dan bajak laut Melayu di selat Malaka. Awal abad ke 17, Inggris telah memiliki jajahan di India dan terus berusaha mengembangkan pengaruhnya di Asia Tenggara, kahususnya di Indonesia.
    Kolonialisme Inggris di Hindia Belanda dimulai tahun 1604. menurut catatan sejarah, sejak pertama kali tiba di Indonesia tahun 1604, EIC mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di antaranya di Ambon, Aceh, Jayakarta, Banjar, Japara, dan Makassar. Walaupun demikian, armada Inggris tidak mampu menyaingi armada dagang barat lainnya di Indonesia dagang Barat lainnya di Indonesia, seperti Belanda. Mereka akhirnya memusatkan aktivitas perdagangannya di India. Mereka berhasil membangun kota-kota perdagangan seperti Madras, Kalkuta, dan Bombay.

source: http://umieee008.blogspot.com/2013/09/tujuan-bangsa-inggris-masuk-ke-indonesia.html


0 komentar:

Posting Komentar