Kongsi dagang Belanda di Indonesia bernama Verenigde Oost indische Compagnie atau yang biasa dikenal dengan VOC. Kongsi dagang yang lebih dikenal dengan singkatannya VOC ini
merupakan gabungan perusahaan-perusahaan dagang Belanda untuk perdagangan di
Hindia Timur. Kongsi dagang ini didirikan di Amsterdam pada tahun 1602. Tujuan
pendiriannya untuk memonopoli perdagangan pada saat itu, ketika terjadi
perlombaan dan perebutan hegemoni perdagangan terutama perdagangan
rempah-rempah dari Timur (termasuk Indonesia) di antara penjajah Barat, seperti
Spanyol, Portugis, Inggris, Perancis, dan Belanda.
VOC didirikan karena terjadi persaingan dan permusuhan di
kalangan para pedagang Belanda, sehingga apabila tidak dilakukan pencegahan
dapat membawa bencana dan malapetaka. Atas prakarsa Johan van Oldenbarneveldt,
seorang tokoh dan negarawan Belanda, para pedagang Belanda tersebut dikumpulkan
dalam suatu organisasi. VOC atau lebih dikenal dengan sebutan Kompeni, Kompania
Belanda, dibentuk sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan secara monopoli
antara Asia dan Belanda. Para pedagang Belanda yang hendak berdagang di Asia
harus bergabung dalam VOC melalui pembelian saham atau membeli barang di pusat
pelelangan di negeri Belanda, dengan komoditi utamanya rempah-rempah.
Latar belakang pendirian VOC tidak terlepas dari perundingan
alot antara Staten Generaal (Dewan Perwakilan) yang diwakili oleh pengacara
Holland yang tangguh dan terkenal, Johan van Oldenbarneveldt, dan para pengurus
perusahaan dagang Holland dan perusahaan Zeeland yang telah terbentuk antara
tahun 1596 dan 1602 untuk berdagang di Kepulauan Hindia Timur. Pada tahap
genting dalam perundingan yang diselenggarakan tanggal 15 Januari 1602 itu,
Oldenbarneveldt mendapat tanggapan positif dari penguasa, Pangeran Maurits.
Dengan demikian terbentuklah VOC dengan hak-hak yang dimilikinya.
Pada awal keberadaannya di Indonesia (Hindia Belanda), VOC
tidak lain adalah sebuah kongsi dagang. Perdagangan bangsa Belanda di Indonesia
dan di Asia pada umumnya tidak berbeda dari perdagangan bangsa-bangsa lainnya.
VOC merupakan kongsi dagang di antara kongsi dagang lain milik bangsa Gujarat,
Iran, Turki, Tionghoa, dan Indonesia sendiri. Sebagai serikat dagang, VOC
diberi hak-hak dan kekuasaan yang istimewa oleh Pemerintah Belanda, antara
lain:
1) Mendapat hak monopoli perdagangan di daerah antara Tanjung Harapan (ujung selatan benua Afrika) dan Selat Magelhaen (ujung selatan benua Amerika)
2) Boleh mengadakan perjanjian-perjanjian dengan raja-raja atau kepala-kepala pemerintahan negeri
3) Boleh mempunyai serta memelihara Angkatan Perang sendiri
4) Boleh mengumumkan perang dan mengadakan perjanjian-perjanjian perdamaian
5) Boleh mengangkat pegawai-pegawai yang dibutuhkan
6) Boleh membuat mata uang sendiri.
Organisasinya lebih stabil dan sesuai dengan urusan dagang, diangkat satu pembesar yang berkuasa untuk mengambil segala keputusan di daerah yang sangat jauh, dan sumber keuangannya besar dan konstan. Faktor-faktor inilah yang membuat VOC mampu menjegal EIC dalam memperebutkan monopoli rempah-rempah.
1) Mendapat hak monopoli perdagangan di daerah antara Tanjung Harapan (ujung selatan benua Afrika) dan Selat Magelhaen (ujung selatan benua Amerika)
2) Boleh mengadakan perjanjian-perjanjian dengan raja-raja atau kepala-kepala pemerintahan negeri
3) Boleh mempunyai serta memelihara Angkatan Perang sendiri
4) Boleh mengumumkan perang dan mengadakan perjanjian-perjanjian perdamaian
5) Boleh mengangkat pegawai-pegawai yang dibutuhkan
6) Boleh membuat mata uang sendiri.
Organisasinya lebih stabil dan sesuai dengan urusan dagang, diangkat satu pembesar yang berkuasa untuk mengambil segala keputusan di daerah yang sangat jauh, dan sumber keuangannya besar dan konstan. Faktor-faktor inilah yang membuat VOC mampu menjegal EIC dalam memperebutkan monopoli rempah-rempah.
Di negeri Belanda VOC dipimpin oleh tujuh belas orang
pemilik kekuasaan (bewindhebbers) yang sering disebut "De Heren Zeventien"
artinya Tuan-tuan Yang Tujuhbelas orang. Bagi VOC, kedudukan Batavia semula
hanya sebagai pangkalan untuk menyuplai kapal-kapal dalam perdagangan rempah
dengan makanan, air, juga perbaikan. Loji VOC pertama kali didirikan di Banten.
Karena pihak Banten dianggap terlalu sewenang-wenang dalam memungut bea cukai
maka Jaques I'Hermite (presiden perwakilan dagang Kompeni Belanda di Banten)
berniat memindahkan factorij-nya ke Jayakarta. Dalam kepemimpinan Gubernur
Jenderal Coen, wilayah VOC di Jayakarta dulu hanya meliputi kota bawah. Dari
tahun 1619, VOC tetap mempertahankan dominasi atas kota ini sampai anggaran
dasarnya tidak diperpanjang lagi oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799. Mereka
mulai membangun tembok kota lama (1620 dan 1640), kastil pertama (1619), dan
mengganti kastil dengan yang lebih besar (1627). Benteng ini menjadi pertahanan
bagi Belanda dari serangan Mataram, Kesultanan Banten, para bandit (budak
pelarian), serdadu bayaran dan dari hewan liar.
VOC terus mengembangkan kongsi dagangnya. Sejak tahun 1619,
VOC mendirikan tiga buah pangkalan di Indonesia, yakni di Jayakarta, Ambon, dan
Banda. Pada saat terjadi kemerosotan perdagangan di kota-kota pesisir Jawa, VOC
dengan cepat memanfaatkan kesempatan ini, VOC mengkonsentrasikan kegiatan
perdagangannya di Jayakarta, sehingga kota tersebut cepat berkembang menjadi
bandar terpenting di Jawa. Dengan makin majunya perdagangan di Jayakarta, VOC
yang sebelumnya berdagang di Asia (India, Burma, Siam, dan Tiongkok) mulai
memusatkan perhatiannya ke Jawa. Meskipun demikian perdagangan di negeri-negeri
lainnya di Asia masih tetap dilakukan tapi tidak menjadi prioritas utamanya. Di
Indonesia terutama di Jawa, Ambon, dan Banda dijadikan pusat perhatian VOC.
Dengan menjalankan politiknya lebih teratur terutama politik monopoli
dagangnya.
Tahun 1626 ditetapkan teori perdagangan terbuka dengan
Pantai Coromandel yang merupakan usul dari JP. Coen. Tetapi untuk perdagangan
yang bebas kepada swasta perseorangan di Jakarta dikeluarkan larangan pada
tahun 1627. Untuk perdagangan di lingkungan sendiri yakni koloni-koloni dari
Belanda ditentukan pada tahun 1630, dimana adanya keharusan memiliki surat izin
dari gubernur jenderal. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van
Imhoff diadakan suatu pembaharuan sistem politik Kompeni yang tradisional yakni
mengajukan adanya pemasukan koloni-koloni untuk pertanian. Pada tahun 1627
sudah banyak tempat-tempat pasar terbuka disepanjang sungai-sungai. Keberadaan
orang-orang Cina pun ikut meramaikan perkembangan Jakarta sebagai pusat
perdagangan dan politik Kompeni Belanda, meskipun kunci perekonomian dan
perdagangan tersebut ada pada VOC.
Pada tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan
Portugis. Dengan direbutnya Malaka, kedudukan VOC semakin kuat karena daerah
ini dapat dijadikan pangkalan angkatan lautnya. Dari Malaka, VOC mengadakan
pengawasan terhadap jalannya perdagangan di Selat Malaka. Segala arus
perdagangan Malaka disalurkan ke Batavia, sehingga kota itu menjadi bandar yang
semakin ramai. Setelah berhasil merebut Malaka tahun 1641, VOC memusatkan
perdagangannya di Indonesia.
Di balik kemegahan kekuasaannya, VOC ternyata memikul banyak
utang. Biaya untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan yang terjadi dan
korupsi menyebabkan VOC tidak mampu lagi memikul beban utang tersebut. Para
pengkritiknya memperolok VOC sebagai kependekan dari Vergaan Ondeer Corruptie
atau "runtuhnya karena korupsi". Akhirnya VOC meminta bantuan kepada
pemerintah Belanda. Pada akhir abad ke-18 VOC mengalami kebangkrutan dan
keruntuhan, akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799 dibubarkan. Segala milik dan
utang VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. VOC dibubarkan pada 31 Desember
1799.
source: http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3489/Verenigde-Oost-indische-Compagnie
Kongsi Dagang Inggris di Indonesia.
Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah berada
dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian
Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas
Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada
Inggris Namun, sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang
ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu
penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579.
Selanjutnya ekspedisi
lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama
East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk hubungan dagang dengan
Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan berhasil
mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan
Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613
berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji
di Batavia (jakarta).
Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan
kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk
mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi tragedi Ambon Massacre,
EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke daerah
lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura,
Malaysia, dan Brunei Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris
kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan
perjanjian Tuntang pada tahun 1811.
Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris
memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia. Sejak saat itu
kedatangan Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake dan Thomas
Cavendish dengan mengikuti jalur yang dilalui Magellan, pada tahun 1579 Francis
Drake berlayar ke Indonesia.
Armadanya berhasil membawa rempah-rempah dari Ternate dan
kembali ke Inggris lewat Samudera Hindia. Perjalanan beriktunya dilakukan pada
tahun 1586 oleh Thomas Cavendish melewati jalur yang sama. Pengalaman kedua
pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan pelayaran
internasioalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor wol,
menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah.
Ratu Elizabeth I
kemudian memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus
perdagangan dengan Asia. EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia. Armada
EIC yang dipimpin James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat
Afrika). Namun, mereka gagal mencapai Indonesia karena diserang Portugis dan
bajak laut Melayu di selat Malaka. Awal abad ke 17, Inggris telah memiliki
jajahan di India dan terus berusaha mengembangkan pengaruhnya di Asia Tenggara,
kahususnya di Indonesia.
Kolonialisme Inggris
di Hindia Belanda dimulai tahun 1604. menurut catatan sejarah, sejak pertama
kali tiba di Indonesia tahun 1604, EIC mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di
antaranya di Ambon, Aceh, Jayakarta, Banjar, Japara, dan Makassar. Walaupun
demikian, armada Inggris tidak mampu menyaingi armada dagang barat lainnya di
Indonesia dagang Barat lainnya di Indonesia, seperti Belanda. Mereka akhirnya
memusatkan aktivitas perdagangannya di India. Mereka berhasil membangun
kota-kota perdagangan seperti Madras, Kalkuta, dan Bombay.
source: http://umieee008.blogspot.com/2013/09/tujuan-bangsa-inggris-masuk-ke-indonesia.html
0 komentar:
Posting Komentar