You are awesome.

Minggu, 30 Agustus 2015

PERJUANGAN Diplomasi Indonesia Pasca Kemerdekaan

     Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya memiliki dua cara, yakni dengan cara konfrontasi dan diplomasi. Perjuangan konfrontasi atau fisik diwujudkan dengan melakukan berbagai perlawanan di beberapa daerah di Indonesia. Sedangkan perjuangan diplomasi diwujudkan dengan cara mengadakan perundingan-perundingan untuk mendapat pengakuan internasional atas merdekanya Indonesia. Indonesia dalam perjuangan diplomasinya telah melakukan berbagai perundingan, sebagai berikut:

1. Perjanjian Linggarjati
     Perjanjian Linggarjati diselenggarakan pada tanggal 10 November 1946 di Linggarjati, Cirebon. Dalam perundingan, Sutan Syahrir menjadi ketua delegasi Indonesia, sedangkan Belanda diwakili oleh tim yang dinamakan Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J Van Mook, dan yang bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini adalah Lord Killearn yang berasal dari Inggris.
     Isi perjanjian Linggarjati :
a. Belanda hanya mengakui kekuasaan RI atas 3 Pulau, yakni Jawa, Madura, dan Sumatera secara de facto.
b. Dibentuknya RIS (Republik Indonesia Serikat) atas kesepakatan RI dan Belanda dan Indonesia merupakan salah satu negara bagiannya.
c. Akan dibentuknya Uni Indonesia-Belanda yang mencakup RIS dan Belanda yang akan diketuai oleh Ratu Belanda.
     Perjanjian Linggarjati ini ditandatangani secara sah di Istana Merdeka pada bulan Maret 1947. Namun, dalam kenyataannya, Belanda masih terus melakukan Agresi Militer I nya dan Van Mook berpidato dalam radio menyatakan bahwa Belanda tidak lagi berhubungan dengan Perjanjian Linggarjati sebagai kedok internasional dan mengaku-ngaku bahwa agresi tersebut sebagai Aksi Polisionil.
Kelebihan : Indonesia mendapat pengakuan kedaulatannya oleh internasional, yakni dari Mesir, Afghanistan, Yaman, Saudi Arabia, dan beberapa negara lainnya di Timur Tengah.
Kekurangan : Pemerintah Indonesia wajib turut pada Belanda akibat dari Uni Indonesia-Belanda dan wilayah kekuasaan Indonesia yang sangat sempit, yakni hanya Jawa, Madura, dan Sumatera,

2. Perjanjian Renville
     Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang AS sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari AS, Australia, dan Belgia. Indonesia diwakili oleh Amir Syarifudin Harahap dan Belanda diwakili oleh Kolonel KNIL yaitu Abdulkadir Widjajaatmodjo. Sedangkan Amerika dalam delegasi diwakili oleh F.P Graham.
     Isi perjanjian Renville :
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi (garis Van Mook) yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur
      Akibat buruk bagi Indonesia : 
1. Wilayah Republik Indonesia menjadi semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda.
2. Timbulnya reaksi kekerasan di kalangan para pemimpin Republik Indonesia yang mengakibatkan jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara kepada Belanda.
3. Perekonomian Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda.
4. Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan.
5. Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan Republik Indonesia, Belanda membentuk negara-negara boneka, seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
       Dampak bagi Belanda karena adanya perjanjian renville, yaitu : 
1. Berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk.
2. Wilayah yang dikuasai Belanda pada Agresi Militer I menjadi wilayah penduduk Belanda.

3. Perjanjian Roem-Royen
      Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem (Indonesia) dan Herman van Royen (Belanda). Perjanjian ini dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
     Hasil pertemuan ini adalah:
1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
     Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan:
1. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
2. Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
3. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag.  
     Setelah tercapainya perundingan Roem Royen, pada tanggal 1 Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta. Selanjutnya, disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya. PB Jenderal Sudirman tiba kembali di Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet. Dalam sidang tersebut Syafruddin Prawiranegara (presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) mengembalikan mandat kepada wakil presiden Moh Hatta. Dalam sidang tersebut juga diputuskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diangkat menjadi menteri pertahanan merangkap koordinator keamanan.

4. Konferensi Inter-Indonesia
     Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui Konferensi Inter-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi Indonesia yang ditunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gede Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.

5. Konferesi Meja Bundar (KMB)

Den Haag, Belanda
      Dampak positif KMB bagi Indonesia :
1. Berhentinya perang antara belanda dan Indonesia
2. Diakuinya Indonesia sebagai sebuah negara oleh belanda
3. Penarikan mundur tentara - tentara Belanda di wilayah Indonesia

     Dampak negatif KMB bagi Indonesia :
1. Tertundanya penyelesaian masalah Irian Barat
2. Hutang Belanda pada 1942 sampai disepakatinya RIS akan ditangung RIS
3. Indonesia menjadi negara bagian RIS di mana menjadi bawahan dari pemerintahan Belanda

   Perjuangan diplomasi inilah yang kemudian melejitkan tokoh-tokoh politik di Indonesia, seperti Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Jayahadikusumo yang terlibat dalam perwakilan Indonesia di sidang PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Perjuangan diplomasi mengedepankan ideologi-ideologi yang matang dan kuat, bukan fisik yang kemudian menjatuhkan banyak korban. 

Sumber berjasa :

Terima kasih kepada sumber-sumber di atas. 2 sumber di atas merupakan blog teman-teman saya :) Wohoo keren ya~ Inshaa Allah saya tidak hanya meng-copas- tapi juga mengedit kata-katanya, sedikit mengutip dan menambahkan dengan kata-kata sendiri :) 
Sekian dan terima kasih! 


0 komentar:

Posting Komentar